Kamis, 22 Desember 2011

Nomor 3

NOMOR 3

PROLOG
Namaku Ficka, lengkapnya Ficka Novita. Kalian boleh memenggilku Ficka atau Novi ataupun Vita, tapi teman-temanku lebih sering memanggilku Ficka. Kelas 1 adalah kelas yang paling menggembirakan. Baik itu kelas 1 SD, SMP, maupun kelas 1 SMA. Dan pada tahun ini usiaku 12 tahun, aku kini kelas 1 SMP.
Hari ini adalah hari yang paling menyenangkan dalam hidupku. Hari ini adalah hari pertama aku masuk ke sekolah baruku dengan memakai seragam putih-biru. Aku segera masuk ke kelasku saat sampai di sekolah. SMP Nusa, itulah sekolahku saat ini.
Aku anak yang mudah bergaul, sebelumnya pada saat MOS aku sudah mendapatkan banyak teman baru. Biasanya saat sekelompok orang sedang berbincang-bincang aku langsung begabung dan mengajak berkenalan. Beberapa senang dengan sikapku dan beberapa sebaliknya.
Keluargaku memang bukan keluarga yang harmonis. Papa dan mamaku sering bertengkar karena berbagai hal. Beberapa bulan kemudian, hal buruk terjadi. Orangtua ku akhirnya memutuskan untuk bercerai. Aku, kakakku Yoga dan adikku Galang disuruh memilih akan ikut dengan mama atau papa.
“Yoga sudar besar, jadi tidak perlu ikut mama atau papa. Lebih baik aku kos saja”
“Tidak bisa. Kamu anak laki-laki dan kamu adalah anak tertua. Kamu tetap harus memilih”
“Yasudah aku akan ikut mama. Lalu Ficka dan Galang juga ikut dengan mama”
“Mereka yang seharusnya menentukan sendiri”
“Tidak apa-apa, aku memang ingin ikut mama” kata Galang
“Bagaimana dengan kamu Ficka?”
“Yasudah, aku juga ikut mama” jawabku. Kami bertiga langsung pergi
“Bagus, sekarang mereka semua memilihmu. Tapi ingat ini adalah rumahku jadi mulai minggu depan kalian harus meninggalkan rumah ini” kata papa
Aku mendengar semua itu dengan sangat jelas. Kak Yoga juga mendengarnya, tapi kami pura-pura tidak tau apa-apa.
                                **********

                             BAB 1
          Satu minggu berlalu, hari ini kami akan pindah ke rumah yang dulu pernah dibeli oleh nenekku. Rumah itu sejak dibeli dulu sampai sekarang belum pernah ditempati oleh keluarga kami.
                Di perjalanan aku dan kak Yoga hanya terdiam dan sibuk dengan HP kami. Lain halnya dengan Galang, ia terus bertanya-tanya pada mama. Pertanyaannya selalu sama yaitu kenapa kita harus pindah dan sebagainya.
                Akhirnya setelah beberapa jam di perjalanan, sampailah kami di rumah tersebut. Rumahnya lumayan besar dan rumah yang ada di sekitar sini rata-rata juga tingkat 2.
                Dari luar rumah ini terlihat bagus, tapi di dalamnya sangat berbeda. Banyak benda-benda tua yang sudah berdebu.
                “Rumah ini sudah berusia sekitar 100 tahun. Ini memang rumah yang bagus, masih kokoh seperti baru. Mmmm….. di lantai 2 ada 3 kamar, kalian bisa memilih kamar kalian” mama pun pergi ke mengambil beberapa barangnya dan pergi ke kamarnya
                “Rumah ini mengerikan! Kenapa kita harus tinggal disini?” tanya Galang, kami hanya terdiam. Aku memilih kamar berada di paling pojok. Saat aku masuk ke kamar itu, aku melihat sebuah teropong yang agak besar. Teropong itu berdebu. Aku membersihkan debunya dan melihat ada sebuah lambang di teropong itu. Bentuknya tidak jelas, yang kulihat hanyalah angka 3 yang dihias-hias. Mungkin itu hanya tulisan biasa.
                Ternyata, koper yang berisi komik ku belum ku bawa. Aku kembali ke bawah untuk mengambil koper komik itu. Ruang keluarga tempat koper-koper kami di taruh terlihat aneh. Ruangannya tertutup, hanya ada 1 jendela yang tidak terlalu besar di sana. Saat aku mengambil koper ku, ada sebuah foto yang di bingkai terjatuh. Di dalam foto itu ada siluet wajah pria dan wanita di sisi kanan dan kirinya. Sedangkan di tengahnya, ada sebuah symbol, symbol yang kulihat di teropong tadi
                Aku pun kembali ke kamar dengan membawa koperku dan foto itu. Aku menaruh koper ku di dekat lemari. Saat aku membuka lemari, symbol itu pun ada lagi. Dan ternyata, saat ku lihat di seluruh perabotan di kamar itu, memang semuanya terdapat symbol itu.
                Kemudian aku menghampiri teropong itu. Aku melihat rumah-rumah yang berada di sekitar rumah ini. Semuanya tampak biasa saja, tapi kemudian aku melihat ada satu rumah yang tampak mencurigakan. Rumah itu, rumah nomor 3, tidak begitu jauh dari rumah kami yang bernomor 23. Terdapat 2 angka 3 di rumah itu. Angka 3 yang pertama di letakkan di pintu, sebagai nomor rumah, dan yang satunya lagi diletakkan di dekat jendela. Dan ternyata, angka 3 yang berada di dekat jendela itu juga membentuk motif yang sama dengan symbol-simbol yang ku temukan di kamar dan ruang keluarga tadi.
                “Fi… Ficka”
                “Kenapa kak?”
                “Kamu lihat ini?” kak Yoga memperlihatkan foto yang sama seperti yang aku temukan “Aku melihatnya saat aku ingin ke dapur. Benda ini terjatuh ke bawah lemari saat aku tiba di dapur”
                “Kak… Foto ini…. aku juga menemukan foto seperti ini (berlari mengambil fotonya), lihat, sama bukan?”
                “Iya, apa mungkin ini sebenarnya foto pemilik rumah ini dulu? Tapi apa maksud symbol ini?” aku hanya meng-geleng “Ficka, darimana teropong itu? apa itu sudah ada dari sebelum kita datang?” tanya kak Yoga sambil melihat-lihat dengan teropong itu
                “Sepertinya, tapi teropong ini cukup bagus, kenapa ada orang yang meninggalkan teropong ini disini ya? Oh ya, kak coba kau lihat rumah nomor 3 yang ada di sana”
                “Yang mana? Oh ya itu, aku lihat. Tapi memang apa yang aneh dengan rumah nomor 3 itu?”
                “Perhatikan baik-baik angka 3 yang ada di dekat jendela”
                “Oh iya itu mirip sekali dengan symbol-simbol yang kita temukan di rumah ini. Mmmm…. bagaimana kalau kita menyelidiki soal symbol ini?”
                “Maksudnya?”
                “Ya, kita masuk ke rumah itu dan mencari tau soal arti simbol ini”
                “Kakak fikir akan semudah itu? Bagaimana kalau rumah itu sekarang ditempati oleh seseorang? Lagipila, kalaupun rumah itu kosong belum tentu kita diperbolehkan masuk ke dalamnya”
                “Betul juga sih. Yasudah, lebih baik kita cari informasi tentang rumah nomor 3 itu dulu”
                “Aku juga ingin mengamatinya lewat teropong ini”
                Malamnya, aku mengamati rumah itu lagi. Aku hampir tak berkedip melihatnya. Sejauh ini, belum ada tanda-tanda yang mencurigakan dari rumah itu. Tiba-tiba Galang datang
                “Kak….. kak Ficka”
                “Ya, kenapa?”
                “Boleh aku tidur sama kakak? aku takut kak”
                “Gak ah, kamu kan udah gede. Inget 2 tahun lagi kamu kan udah SMP. Lagipula gak ada apa-apa kok, kakak jamin”
                “Kak aku serius, tadi aja aku denger ada perempuan duduk di jendela kamar ku. Sesekali dia juga melihat ke luar dengan teropong di kamar ku”
                “Jadi, di kamar kamu juga ada teropongnya? apa di sana juga ada simbol seperti ini (menunjukkan foto)”
                “Aku tidak tau, memang sih ada angka 3 nya, tapi gak tau juga deh bentuknya kayak gitu gak”
                “Yaudah, kalo gitu gimana kalo kita tukeran kamar?”
                “Gak ah, yaudah deh aku tidur sama kak Yoga”
                “Yaudah”
                Aku pun pergi ke kamar Galang yang letaknya ber-sebrangan dengan kamarku. Dari sana rumah nomor 3 itu lebih jelas terlihat. Sekitar 15 menit kemudian aku melihat ada seorang laki-laki yang kira-kira berusia sama dengan kak Yoga lewat di depan rumah itu. Dia masuk ke rumah itu dan duduk di beranda lantai 2. Laki-laki itu melihat ke arah ku, bersamaan dengan itu aku mendengar suara perempuan berbisik di telinga ku. Suaranya sangat lembut, aku merasa seperti ditiup oleh angin yang dingin. Perempuan itu berkata ‘itu tempatku, jangan halangi aku’
                Aku terkejut dan seketika berbalik, tapi saat aku berbalik tidak ada siapapun di belakangku. Aku pun melihat rumah nomor 3 lagi, tapi laki-laki itu sekarang sudah meng-hilang. Beberapa detik kemudian ada yang mengetuk pintu kamar. Aku mulai membukanya dengan sangat hati-hati, dan ternyata itu kak Yoga
                “Kak Yoga… Aku kira siapa. Kakak ngapain di sini?”
                “Tadi Galang ke kamar kakak. Dia cerita soal kamar nya. Trus kakak temenin aja sampe dia tidur. Pas dia udah tidur kakak ke sini deh. Trus gimana? Ada yang kamu ketahui tentang rumah itu?” aku menggeleng. Entah kenapa aku jadi tidak ingin kak Yoga tau soal perempuandan laki-laki tadi
                “Ficka….. lebih baik kamu segera tidur. Besok kamu juga sekolah kan?” aku mengangguk dan pergi ke kasur untuk tidur. Ini aneh, tidak biasa kak Yoga menyuruhku tidur. Terkadang malah saat akku sudah tidur, kak Yoga malah membangunkan ku untuk hanya sekedar bercerita-cerita yang tidak jelas.
                Keesokan harinya aku bangun lebih pagi dari biasa nya. Sebelum melakukan apapun, aku langsung melihat rumah nomor 3 dengan teropong. Lampu kamar yang ada di lantai 2 menyala, kemudian beberapa detik kemudian mati, berarti rumah itu memang berpenghuni.
                 Hari ini adalah hari pertama Ficka bersekolah di tempat yang baru. Ia diantar oleh ibunya ke sekolah barunya. Rumah baru Ficka memang bukan berada di tempat yang strategis, jadi butuh waktu lama untuk sampai ke sekolahnya. Sampainya di sekolah, ia langsung disambut oleh Vania, temannya sewaktu SD yang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar