NOMOR 3
PROLOG
Namaku Ficka,
lengkapnya Ficka Novita. Kalian boleh memenggilku Ficka atau Novi ataupun Vita,
tapi teman-temanku lebih sering memanggilku Ficka. Kelas 1 adalah kelas yang
paling menggembirakan. Baik itu kelas 1 SD, SMP, maupun kelas 1 SMA. Dan pada
tahun ini usiaku 12 tahun, aku kini kelas 1 SMP.
Hari ini adalah
hari yang paling menyenangkan dalam hidupku. Hari ini adalah hari pertama aku
masuk ke sekolah baruku dengan memakai seragam putih-biru. Aku segera masuk ke
kelasku saat sampai di sekolah. SMP Nusa, itulah sekolahku saat ini.
Aku anak yang
mudah bergaul, sebelumnya pada saat MOS aku sudah mendapatkan banyak teman
baru. Biasanya saat sekelompok orang sedang berbincang-bincang aku langsung
begabung dan mengajak berkenalan. Beberapa senang dengan sikapku dan beberapa
sebaliknya.
Keluargaku
memang bukan keluarga yang harmonis. Papa dan mamaku sering bertengkar karena
berbagai hal. Beberapa bulan kemudian, hal buruk terjadi. Orangtua ku akhirnya
memutuskan untuk bercerai. Aku, kakakku Yoga dan adikku Galang disuruh memilih
akan ikut dengan mama atau papa.
“Yoga sudar
besar, jadi tidak perlu ikut mama atau papa. Lebih baik aku kos saja”
“Tidak bisa.
Kamu anak laki-laki dan kamu adalah anak tertua. Kamu tetap harus memilih”
“Yasudah aku akan
ikut mama. Lalu Ficka dan Galang juga ikut dengan mama”
“Mereka yang
seharusnya menentukan sendiri”
“Tidak apa-apa,
aku memang ingin ikut mama” kata Galang
“Bagaimana
dengan kamu Ficka?”
“Yasudah, aku
juga ikut mama” jawabku. Kami bertiga langsung pergi
“Bagus, sekarang
mereka semua memilihmu. Tapi ingat ini adalah rumahku jadi mulai minggu depan
kalian harus meninggalkan rumah ini” kata papa
Aku mendengar
semua itu dengan sangat jelas. Kak Yoga juga mendengarnya, tapi kami pura-pura
tidak tau apa-apa.
**********
BAB
1
Satu
minggu berlalu, hari ini kami akan pindah ke rumah yang dulu pernah dibeli oleh
nenekku. Rumah itu sejak dibeli dulu sampai sekarang belum pernah ditempati
oleh keluarga kami.
Di
perjalanan aku dan kak Yoga hanya terdiam dan sibuk dengan HP kami. Lain halnya
dengan Galang, ia terus bertanya-tanya pada mama. Pertanyaannya selalu sama
yaitu kenapa kita harus pindah dan sebagainya.
Akhirnya
setelah beberapa jam di perjalanan, sampailah kami di rumah tersebut. Rumahnya
lumayan besar dan rumah yang ada di sekitar sini rata-rata juga tingkat 2.
Dari
luar rumah ini terlihat bagus, tapi di dalamnya sangat berbeda. Banyak
benda-benda tua yang sudah berdebu.
“Rumah
ini sudah berusia sekitar 100 tahun. Ini memang rumah yang bagus, masih kokoh
seperti baru. Mmmm….. di lantai 2 ada 3 kamar, kalian bisa memilih kamar
kalian” mama pun pergi ke mengambil beberapa barangnya dan pergi ke kamarnya
“Rumah
ini mengerikan! Kenapa kita harus tinggal disini?” tanya Galang, kami hanya
terdiam. Aku memilih kamar berada di paling pojok. Saat aku masuk ke kamar itu,
aku melihat sebuah teropong yang agak besar. Teropong itu berdebu. Aku
membersihkan debunya dan melihat ada sebuah lambang di teropong itu. Bentuknya
tidak jelas, yang kulihat hanyalah angka 3 yang dihias-hias. Mungkin itu hanya
tulisan biasa.
Ternyata,
koper yang berisi komik ku belum ku bawa. Aku kembali ke bawah untuk mengambil
koper komik itu. Ruang keluarga tempat koper-koper kami di taruh terlihat aneh.
Ruangannya tertutup, hanya ada 1 jendela yang tidak terlalu besar di sana. Saat
aku mengambil koper ku, ada sebuah foto yang di bingkai terjatuh. Di dalam foto
itu ada siluet wajah pria dan wanita di sisi kanan dan kirinya. Sedangkan di
tengahnya, ada sebuah symbol, symbol yang kulihat di teropong tadi
Aku
pun kembali ke kamar dengan membawa koperku dan foto itu. Aku menaruh koper ku
di dekat lemari. Saat aku membuka lemari, symbol itu pun ada lagi. Dan
ternyata, saat ku lihat di seluruh perabotan di kamar itu, memang semuanya
terdapat symbol itu.
Kemudian
aku menghampiri teropong itu. Aku melihat rumah-rumah yang berada di sekitar
rumah ini. Semuanya tampak biasa saja, tapi kemudian aku melihat ada satu rumah
yang tampak mencurigakan. Rumah itu, rumah nomor 3, tidak begitu jauh dari rumah
kami yang bernomor 23. Terdapat 2 angka 3 di rumah itu. Angka 3 yang pertama di
letakkan di pintu, sebagai nomor rumah, dan yang satunya lagi diletakkan di
dekat jendela. Dan ternyata, angka 3 yang berada di dekat jendela itu juga
membentuk motif yang sama dengan symbol-simbol yang ku temukan di kamar dan
ruang keluarga tadi.
“Fi…
Ficka”
“Kenapa
kak?”
“Kamu
lihat ini?” kak Yoga memperlihatkan foto yang sama seperti yang aku temukan
“Aku melihatnya saat aku ingin ke dapur. Benda ini terjatuh ke bawah lemari
saat aku tiba di dapur”
“Kak…
Foto ini…. aku juga menemukan foto seperti ini (berlari mengambil fotonya),
lihat, sama bukan?”
“Iya,
apa mungkin ini sebenarnya foto pemilik rumah ini dulu? Tapi apa maksud symbol
ini?” aku hanya meng-geleng “Ficka, darimana teropong itu? apa itu sudah ada
dari sebelum kita datang?” tanya kak Yoga sambil melihat-lihat dengan teropong
itu
“Sepertinya,
tapi teropong ini cukup bagus, kenapa ada orang yang meninggalkan teropong ini
disini ya? Oh ya, kak coba kau lihat rumah nomor 3 yang ada di sana”
“Yang
mana? Oh ya itu, aku lihat. Tapi memang apa yang aneh dengan rumah nomor 3
itu?”
“Perhatikan
baik-baik angka 3 yang ada di dekat jendela”
“Oh
iya itu mirip sekali dengan symbol-simbol yang kita temukan di rumah ini. Mmmm….
bagaimana kalau kita menyelidiki soal symbol ini?”
“Maksudnya?”
“Ya,
kita masuk ke rumah itu dan mencari tau soal arti simbol ini”
“Kakak
fikir akan semudah itu? Bagaimana kalau rumah itu sekarang ditempati oleh
seseorang? Lagipila, kalaupun rumah itu kosong belum tentu kita diperbolehkan
masuk ke dalamnya”
“Betul
juga sih. Yasudah, lebih baik kita cari informasi tentang rumah nomor 3 itu
dulu”
“Aku
juga ingin mengamatinya lewat teropong ini”
Malamnya,
aku mengamati rumah itu lagi. Aku hampir tak berkedip melihatnya. Sejauh ini,
belum ada tanda-tanda yang mencurigakan dari rumah itu. Tiba-tiba Galang datang
“Kak…..
kak Ficka”
“Ya,
kenapa?”
“Boleh
aku tidur sama kakak? aku takut kak”
“Gak
ah, kamu kan udah gede. Inget 2 tahun lagi kamu kan udah SMP. Lagipula gak ada
apa-apa kok, kakak jamin”
“Kak
aku serius, tadi aja aku denger ada perempuan duduk di jendela kamar ku.
Sesekali dia juga melihat ke luar dengan teropong di kamar ku”
“Jadi,
di kamar kamu juga ada teropongnya? apa di sana juga ada simbol seperti ini
(menunjukkan foto)”
“Aku
tidak tau, memang sih ada angka 3 nya, tapi gak tau juga deh bentuknya kayak
gitu gak”
“Yaudah,
kalo gitu gimana kalo kita tukeran kamar?”
“Gak
ah, yaudah deh aku tidur sama kak Yoga”
“Yaudah”
Aku
pun pergi ke kamar Galang yang letaknya ber-sebrangan dengan kamarku. Dari sana
rumah nomor 3 itu lebih jelas terlihat. Sekitar 15 menit kemudian aku melihat
ada seorang laki-laki yang kira-kira berusia sama dengan kak Yoga lewat di
depan rumah itu. Dia masuk ke rumah itu dan duduk di beranda lantai 2.
Laki-laki itu melihat ke arah ku, bersamaan dengan itu aku mendengar suara
perempuan berbisik di telinga ku. Suaranya sangat lembut, aku merasa seperti
ditiup oleh angin yang dingin. Perempuan itu berkata ‘itu tempatku, jangan
halangi aku’
Aku
terkejut dan seketika berbalik, tapi saat aku berbalik tidak ada siapapun di
belakangku. Aku pun melihat rumah nomor 3 lagi, tapi laki-laki itu sekarang
sudah meng-hilang. Beberapa detik kemudian ada yang mengetuk pintu kamar. Aku
mulai membukanya dengan sangat hati-hati, dan ternyata itu kak Yoga
“Kak
Yoga… Aku kira siapa. Kakak ngapain di sini?”
“Tadi
Galang ke kamar kakak. Dia cerita soal kamar nya. Trus kakak temenin aja sampe
dia tidur. Pas dia udah tidur kakak ke sini deh. Trus gimana? Ada yang kamu
ketahui tentang rumah itu?” aku menggeleng. Entah kenapa aku jadi tidak ingin
kak Yoga tau soal perempuandan laki-laki tadi
“Ficka…..
lebih baik kamu segera tidur. Besok kamu juga sekolah kan?” aku mengangguk dan
pergi ke kasur untuk tidur. Ini aneh, tidak biasa kak Yoga menyuruhku tidur.
Terkadang malah saat akku sudah tidur, kak Yoga malah membangunkan ku untuk
hanya sekedar bercerita-cerita yang tidak jelas.
Keesokan
harinya aku bangun lebih pagi dari biasa nya. Sebelum melakukan apapun, aku
langsung melihat rumah nomor 3 dengan teropong. Lampu kamar yang ada di lantai
2 menyala, kemudian beberapa detik kemudian mati, berarti rumah itu memang
berpenghuni.
Hari ini adalah hari pertama Ficka bersekolah di tempat yang baru. Ia diantar oleh ibunya ke sekolah barunya. Rumah baru Ficka memang bukan berada di tempat yang strategis, jadi butuh waktu lama untuk sampai ke sekolahnya. Sampainya di sekolah, ia langsung disambut oleh Vania, temannya sewaktu SD yang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar